Analisis Kasus Guru SD di Kediri Pukul Siswanya Hingga Berdarah
I.
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah sesuatu yang penting
bagi manusia. Melalui pendidikan, manusia belajar menghadapi segala
problematika yang ada di dunia demi mempertahankan kehidupannya (Siregar, N,
2013). Pendidikan terbagi menjadi tiga, yaitu pendidikan formal, nonformal dan
informal. Salah satu contoh pendidikan formal yang ada ialah sekolah. Dalam
suatu sekolah tentunya ada peranan yang paling penting yang menjadi sumber ilmu
dalam sekolah tersebut, yaitu guru. Guru adalah seorang pendidik professional
yang tugas utamanya adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan,
melatih, menilai, mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini
jalur pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah (UU RI No. 14
tahun 2005).
Guru merupakan unsur terpenting utama dalam satuan dunia pendidikan.
Tidak mudah tentunya untuk menjadi seorang guru, banyak hal yang harus dipenuhi
dan dilakukan yang biasanya disebut dengan kode etik guru. Kode etik ini dibuat
dengan tujuan diharapkan agar mutu pendidikan di Indonesia dapat meningkat
kualitasnya. Secara etimologi kode etik berasal dari dua kata kode dan etik.
Kode berasal dari bahasa Prancis Code yang artinya norma atau aturan. Sedangkan
Etik berasal dari kata Etiquete yang artinya Tata cara atau Tingkah laku (Indonesia,
K. E. G. A). Berdasarkan kode etik guru, maka guru diharuskan berperilaku
sesuai dengan norma-norma yang telah dibuat dan menjalankan tugas sebagai guru
dengan professional (A.R, 2016).
Namun nyatanya masih belum sesuai harapan, masih banyak guru-guru di
Indonesia yang melanggar atau tidak mentaati kode etik guru yang telah
ditetapkan. Salah satu bentuk pelanggaran yang dilakukan guru ialah melakukan
tindak kekerasan kepada siswa. Penulis menemukan salah satu kasus kekerasan
guru terhadap siswanya dengan judul “Beri Tugas Matematika Tak Kunjung Dikerjakan, Guru
SD di Kediri Pukul Siswanya Hingga Berdarah” dari sumber TribunJatim.com. Dari
adanya kasus tersebut, penulis tertarik ingin mengkaji dan menganalisa bentuk
pelanggaran apa saja yang dilakukan oleh guru terhadap siswa tersebut. Maka
dari itu penulis memberikan judul
“Analisis Kasus Guru SD di Kediri Pukul Siswanya Hingga Berdarah” pada penelitian ini.
“Analisis Kasus Guru SD di Kediri Pukul Siswanya Hingga Berdarah” pada penelitian ini.
II.
MASALAH
Seorang guru SD Negeri Klampitan 2, Kecamatan Purwoasri,
Kabupaten Kediri yang berinisial MJ (57 tahun) memukul siswanya yang berinisial MF (13
tahun) hingga hidungnya berdarah atau mimisan. Kronologisnya, kejadian ini bermula
saat hari itu MJ yaitu guru mata pelajaran dikelas korban memberikan materi
pelajaran matematika. MJ kemudian memberikan tugas matematika yang dikerjakan
secara berkelompok. MF merupakan bagian kelompok dari kelompok 4 bersama
rekannya yaitu Ag dan Dg.
MJ diduga kesal dengan kelompok 4 karena saat ia memeriksa pekerjaan
siswanya, kelompok tersebut tidak segera mengerjakan tugas yang diberikannya
sehingga MJ memukul bagian muka korban dengan punggung tangan kanannya.
Akibatnya, pukulan tersebut mengenai hidung korban hingga berdatah atau
mimisan. Setelah dipukul MJ, korban pun langsung pulang dan memberitahukan
kejadian yang menimpanya ini kepada orangtua nya.
Kejadian tersebut kemudian dilaporkan oleh ibu korban Ny. Titik ke Polsek
Purwoasri hari Rabu, 17 Oktober 2018. Sementara itu Kapolres
Kediri AKBP Roni Saiful Faton menjelaskan, kasus kekerasan yang menimpa siswa
SD sudah diselesaikan secara kekeluargaan. Kedua belah pihak orangtua, sekolah
dan pihak guru telah sepakat untuk saling memaafkan. Sehingga kejadian itu diselesaikan kekeluargaan untuk menjaga
pembelajaran di sekolah. "Gurunya
khilaf saat memukul mengenai hidung siswanya. Kedua belah pihak sepakat
menyelesaikan secara kekeluargaan," jelas penulis (TribunJatim.com, Kediri).
III.
RUMUSAN MASALAH
Dari uraian kasus
tersebut, didapatlah rumusan masalah, yaitu “Bagaimana hasil analisis
pelanggaran Kode Etik Guru di Indonesia dan Peraturan Perundang-undangan yang
terjadi dalam kasus Guru SD di Kediri Pukul Siswanya Hingga Berdarah?”.
IV.
TUJUAN
Adapun tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui
hasil analisis pelanggaran Kode Etik Guru di Indonesia dan Peraturan
perundang-undangan yang terjadi dalam kasus Guru SD di Kediri
Pukul Siswanya Hingga Berdarah.
V.
METODE
Metode yang dipakai dalam
penelitian ini yaitu deskriptif-kualitatif. Dimana penulis akan
menganalisis kasus yang dilakukan guru dan kode etik yang dilanggar oleh guru tersebut. Data yang digunakan dalam
penelitian ini bersumber dari berita online, koran, artikel, dll yang kemudian
akan dianalisis oleh penulis dengan
Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Menteri dan Kode Etik Guru di
Indonesia.
VI.
ANALISIS KASUS
Berdasarkan uraian di atas,
dalam kasus “Guru
SD di Kediri Pukul Siswanya Hingga Berdarah” jelas terdapat beberapa pelanggaran kode etik
guru di Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang dilanggar karena
tindakan yang dilakulan oleh pelaku (MJ) berupa kekerasan fisik terhadap
siswanya. Pelanggaran kode Etik Guru yang dilanggar oleh pelaku yaitu:
1. Pasal 3 ayat 1
Menjelaskan
bahwa guru mengucapkan sumpah/janji guru untuk mematuhi nilai-nilai moral yang
termuat dalam kode etik guru Indonesia dalam besikap dan berpelaku di sekolah
maupun di lingkungan masnyarakat.
Dalam
kasus tersebut guru melakukan kekerasan fisik terhadap siswanya sehingga siswa
tersebut mengalami mimisan, pada kasus ini guru telah melanggar sumpahnya
dengan tidak mematuhi nilai yang terkadung dalam kode etik guru Indonesia.
2. Pasal 6
ayat 1
Guru
berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil
pembelajaran.
Dalam kasus ini guru pelajaran matematika yang
berinisial MJ telah berperilaku tidak professional dengan menunjukkan kekerasan
pada siswanya.
3. Pasal 6
ayat 3 Menjelaskan tentang hubungan guru dengan sekolah.
Dalam kasus ini, guru telah merusak reputasi sekolah
dengan melakukan tindak kekerasan.
4. Pasal 6 ayat 4 point f
Guru tidak boleh melakukan tindakan
dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan profesionalnya.
Dalam kasus ini tindak kekerasan
yang dilakukan pelaku merupakan tindakan yang merendahkan profesi.
Kode Etik tersebut telah disusun oleh Direktorat Jenderal
Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional yang
bekerja sama dengan PGRI (Persatuan Guru Republik Indonesia).
Berikut
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia yang dilanggar oleh pelaku:
1.
UU RI No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pasal
1 ayat 2, yaitu perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan
melindungi anak dan hak-haknya agar hidup, tumbuh dan berkembang, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
2.
UU RI No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pasal
1 ayat 15 a, bahwa kekerasan
adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/ataupenelantaran, termasuk
ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum.
3.
UU RI No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pasal
15 point d, Setiap Anak berhak
untuk memperoleh perlindungan dari pelibatan dalam peristiwa yang mengandung
unsur Kekerasan.
4.
UU RI No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak pasal
54, bahwa (1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib
mendapatkan perlindungan dari tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan
seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain. (2) Perlindungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan, aparat pemerintah, dan Masyarakat.
VII.
PENUTUP
Dari hasil analisis
tersebut terdapat beberapa pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh guru tersebut
terhadap siswanya. Dalam kasus dengan judul “Guru SD di Kediri
Pukul Siswanya Hingga Berdarah” disini pelaku melakukan kelerasan fisik kepada
siswanya, yang berujung kekeluargaan. Pelanggaran ini sebenarnya bisa terjadi
karena kurangnya pengetahuan dan kesadaran guru atas aturan dan
perundang-undangan yang telah dibuat. Maka dari itu untuk menjadi seorang guru,
tidak hanya dibutuhkan ilmu yg berguna saja tetapi juga dibutuhkan sikap dan
akhlak yg baik kepada siswa dank e semua orang. Untuk meningkatkan kesadaran
guru akan aturan-aturan pemerintah dan kode etik guru, setidaknya setiap
sekolah mengadakan seminar untuk para guru terkait akan hal tersebut.
Mashudi,
Didik (2018). Beri Tugas Matematika Tak
Kunjung Dikerjakan, Guru SD di Kediri Pukul Siswanya Hingga Berdarah.
TribunJatim.com : https://jatim.tribunnews.com/amp/2018/10/18/beri-tugas-matematika-tak-kunjung-dikerjakan-guru-sd-di-kediri-pukul-siswanya-hingga-berdarah. Tangal akses 25 Maret 2020.
INDONESIA, K. E. G. A. PENGERTIAN KODE ETIK GURU INDONESIA.
Indonesia, Presiden Republik. "Undang-undang Republik
Indonesia nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen." Jakarta: Pemerintah
Republik Indonesia (2003).
Indoensia, Presiden Republik. “Undang-Undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak.” Jakarta Pemerintah Republik Indonesia (2014).
Keputusan Kongres XXI PGRI Nomor
VI/KONGRES/XXI/PGRI/2013.
Siregar, N. S. S. (2013). Persepsi orang tua terhadap
pentingnya pendidikan bagi anak. JPPUMA Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial
Politik Universitas Medan Area, 1(1), 11-27.
AR, A. Z. (2016). Kode Etik Guru Dalam Meningkatkan
Profesionalisme Pendidik; Reaktualisasi Dan Pengembangan Kode Etik Guru Di
Madrasah Aliyah Darul Amin Pamekasan. Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal
of Islamic Education Studies), 4(2), 271-292.